GpdlGfO6GUAiTpMpTfr6GSOo

Slider

Aninda dan Ancaman Kebocoran Data Warga



Republiknews.com, Akhir Februari, Aninda Irastiwi kesulitan melakukan registrasi SIM card. Padahal itu hari terakhir masa registrasi kartu. Jika telat, kartu selulernya tak bisa lagi digunakan.

Aninda akhirnya betul-betul gagal melakukan registrasi SIM card seperti yang sudah diwajibkan pemerintah. Ia lantas melaporkan hal itu ke Indosat Ooredo selaku penyedia layanan kartu telepon seluler yang ia gunakan. Pelaporan dilakukan via Twitter.

Indosat menyarankan Aninda untuk melakukan registrasi ulang. Namun, setelah menjalankan prosedur pendaftaran yang disarankan Indosat, Aninda menemukan sekitar 50 nomor berbeda yang melakukan registrasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan miliknya.

Perkara itu jadi viral.

Direktur Indosat Ooredo Joy Wahyudi kemudian menyatakan telah menghapus nomor yang ikut-ikutan melakukan registrasi menggunakan data Aninda. Meski begitu, ia tak tahu pasti kenapa data Aninda bisa sampai digunakan pihak lain.

Menurut Joy, kesalahan bukan terjadi pada operator. Bisa jadi, menurutnya, Aninda secara tak sadar membagikan data-datanya kepada pihak ketiga.

Walau permasalahan tersebut sudah ditangani, kasus  yang dialami Aninda menyebar. Isu soal keamanan data--yang telah dikhawatirkan sejak wacana wajib registrasi SIM card dilempar--jadi kembali muncul.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membantah terjadi kebocoran data di kementeriannya selama proses pengumpulan data pengguna telepon seluler pekan lalu.

“Dari Kominfo tidak ada data yang bocor. Operator juga tidak bocor karena datanya tetap ada di Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri). Apa yang dilakukan itu otorisasi--dari pelanggan kepada operator dicocokkan NIK dan KK dengan database milik Dukcapil. Bukan data ada di operator, hanya konfirmasi saja,” kata Rudiantara, Senin (5/3).

 Meski Kominfo membantah terjadi kebocoran data, isu keamanan data pribadi tetap jadi sorotan. Terlebih, hingga saat ini belum ada produk hukum berupa undang-undang yang memastikan perlindungan data pribadi warga.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik yang selama ini menjadi acuan perlindungan data pribadi, hanya memuat sanksi administrasi bagi pihak yang menyalahgunakan data.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djaffar berpendapat bahwa pemerintah, khususnya Kominfo dan Kemendagri yang memegang basis data kependudukan, harus bertanggung jawab untuk menuntaskan isu kebocoran data tersebut.

“Harus melakukan investigasi mendalam terkait dugaan penggunaan data-data pribadi warga negara itu. Agar terang  siapa yang membocorkan,  kemudian langkah selanjutnya apa,” Wahyudi kepada kumparan, Rabu (7/3)

Ia menduga, kebocoran NIK tersebut karena foto-foto KTP yang bersangkutan pernah tersebar di jagat maya sebelum kewajiban registrasi SIM card diberlakukan.

“Kalau googling di dunia maya, NIK dan KK itu banyak. Dan itu sudah terjadi sebelum adanya registrasi prabayar, karena registrasi prabayar kan baru mulai Oktober 2017. Jadi, kesadaran masyarakat terhadap keamanan (data pribadi) itu yang harus ditingkatkan terus,” kata Rudi.

Berbeda dengan negara lain yang memiliki regulasi perlindungan data pribadi sebelum memberlakukan kewajiban registrasi SIM card, Indonesia tak demikian. Kewajiban melakukan registrasi kartu tak disertai aturan perlindungan memadai.Indonesia, berdasarkan data Elsam, adalah 8 dari 88 negara di dunia yang mewajibkan mewajibkan registrasi SIM card tanpa undang-undang perlindungan data pribadi.

Bahkan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia ketinggalan menerapkan UU perlindungan data pribadi. Bandingkan dengan Malaysia yang memiliki Personal Data Protection Act 2010 yang mulai diberlakukan tahun 2013, Singapura dengan Data Protection Act 2012, dan Filipina Data Privacy Act of 2012.

“Sementara Indonesia tidak memiliki satu undang-undang spesifik pun yang mengatur secara khusus tentang perlindungan data pribadi,” ujar Wahyudi.

Padahal isu pelindungan data pribadi sudah menjadi isu global. Sidang Umum PBB tahun 2013 misalnya memberikan perhatian khusus pada isu proteksi data pribadi warga. Saat itu PBB mewanti-wanti negara-negara di dunia yang mengawasi warganya agar tetap melindungi data pribadi rakyat mereka.

Walau desakan untuk menyusun undang-undang perlindungan data pribadi muncul sejak dulu, eksekutif dan legislatif selama ini seperti saling tunggu. Alhasil, draf rancangan UU terkait belum juga masuk ke dalam program legislasi nasional.

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, UU perlindungan data pribadi masih pada tahap wacana. Sampai saat ini DPR masih menunggu langkah dari pemerintah.

“Kami memang berharap pemerintah segera bisa memasukkan rancangan undang-undang data pribadi sebagai prolegnas. Sekarang kan naskah akademiknya belum ada. Bisa juga jadi inisiatif DPR. Tapi itu belum dibahas di internal komisi,” kata Charles. ( Red )


Special Ads
Special Ads
Special Ads
© Copyright - Republiknews
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.