GpdlGfO6GUAiTpMpTfr6GSOo

Slider

Masuk Lima Besar Dunia, Ketua DPD RI Minta Petani Kopi Diperhatikan Serius



Republiknews.com – Jakarta, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, keberhasilan Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, didukung dengan sumber daya alam yang melimpah.


LaNyalla mengaku bangga atas reputasi Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, bersama Brazil, Vietnam, Kolombia, dan Ethiopia. Ia pun berharap nasib petani kopi diperhatian dengan serius.


“Potensi alam kita sangat berlimpah. Hal ini memerlukan penanganan yang serius agar kita mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya, Senin (22/2/2021).


Ditambahkannya, kontur tanah serta iklim yang ada di Indonesia sangat menunjang hal tersebut. Total produksi kopi di Indonesia, termasuk robusta dan arabika, adalah 660 ribu ton pada 2019-2020.


“Indonesia kaya dengan kopi. Kita pun termasuk lima besar penghasil kopi terbesar di dunia dengan kualitas kopi yang tinggi, dengan jenis kopi robusta dan arabika,” ujarnya.


Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, Indonesia memiliki sekitar 1,2 juta hektare tanaman kopi yang sebagian besar dihasilkan oleh pertanian kecil dan mandiri.


“Masing-masing petani kopi diperkirakan memiliki satu hingga dua hektar lahan kopi. Salah satunya adalah Garut yang cukup besar menghasilkan kopi dan telah ekspor. Untuk itu dukungan harus diberikan agar produksi bisa terus ditingkatkan,” katanya.


Hanya saja, di masa pandemi Covid-19 usaha kopi juga turut terdampak. OLeh karena itu, LaNyalla menilai perlu dilakukan langkah pemulihan untuk sektor ini.


“Petani tidak dapat berdiri sendiri saat terjadi situasi di luar prediksi. Mereka memerlukan bantuan stimulan yang dapat pertumbuhan ekonomi kembali,” kaka pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu.


Apalagi untuk ekspor, juga terdampak berkurangnya armada kapal rute luar negeri. Menyusul berhentinya armada pelayaran dalam negeri yang melayani rute internasional.


“Ini mengakibatkan perusahaan ekspor menunggu jadwal kapal asing. Konsekuensinya waktu tunggu dan penambahan biaya shipment. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah melalui kementerian perdagangan dan perhubungan harus turun tangan,” kata  LaNyalla. (*/T.L)

Special Ads
Special Ads
Special Ads
© Copyright - Republiknews
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.