GpdlGfO6GUAiTpMpTfr6GSOo

Slider

Perolehan Dana haji Per Mei 2021 Mencapai Rp. 150 Triliun Ini Yang Dikatakan Anggito

 

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan pemaparan berkenaan dengan dana haji saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Republiknews.com – Jakarta, Isu pengelolaan keuangan milik jamaah haji yang batal diberangkatkan selama dua tahun terakhir mencuat ke publik. Bahkan, di media sosial beredar ajakan untuk menarik dana haji yang telah disetorkan.


Bagaimana Dana Haji Dikelola?


Menyikapi persoalan itu, pemerintah langsung meresponsnya dengan cepat. Pemerintah melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memberikan jaminan pengelolaan dana itu aman dalam penyertaan investasi dan dilakukan sesuai dengan izin pemilik dana.


Isu itu mencuat ke permukaan setelah pemerintah, melalui Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan pernyataan yang berisi kepastian untuk tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia melalui Keputusan Menteri Agama nomor 660 tahun 2021.


Alasan utama dari langkah itu, lebih kepada faktor masih merebaknya Covid-19 di berbagai belahan dunia. “Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M,” ungkap Yaqut, dalam keterangan pers, pada Kamis (3/6/2021).


Adapun bunyi KMA 660/2021 itu, pertama, menetapkan pembatalan keberangkatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/ 2021 M bagi warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan kuota haji lainnya.


Kedua, pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan itu. Ketiga, keputusan itu mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


“BPKH memastikan dana haji tidak disertakan ke dalam pembiayaan infrastruktur. Alokasi investasi BPKH ditujukan kepada investasi dengan profil risiko rendah hingga sedang,” jelas Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu, dalam webinar bertajuk Dana Haji Aman, Senin (7/6/2021).


Surat Berharga Syariah


Bahkan, Anggito menegaskan, sebanyak 90 persen dana itu dialokasikan untuk investasi dalam bentuk surat berharga syariah negara dan sukuk. “Kami pastikan dana haji itu dijamin aman dalam penyertaan investasi dan dilakukan sesuai dengan izin pemilik dana.”


Agar pengelolaan dana haji lebih transparan dan akuntabel, pemerintah pun mengaturnya kembali pada 2009. Semula pengelolaan dana terkonsentrasi di Ditjen Haji, Kementerian Agama. Pada 2009, pemerintah melalui menteri agama ketika itu, Muhammad Maftuh Basyuni, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyepakati untuk mengoptimalkan pengelolaan dana haji. Sehingga ujungnya, dapat memberikan manfaat peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.


Ketika itu, Menkeu Sri Mulyani dan Maftuh pun menandatangani nota kesepahaman mengenai mekanisme investasi dalam haji dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara dengan cara private placement. Penempatan di sukuk negara kemudian dikenal dengan nama Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI).


Pemerintah menyakini, keuntungan akan diperoleh jika dana itu ditempatkan dalam SBSN SDHI. Pasalnya, memberikan imbal hasil yang menguntungkan dan pengelolaan dana yang lebih transparan.


Faktor itu menjadi landasan karena waktu keberangkatan haji sudah mencapai 32 tahun sehingga dana itu lebih aman bila disimpan dalam bentuk SDHI. Dalam perjalanan selanjutnya, kemudian lahirlah UU nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. UU itu juga mengatur soal pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lembaga itu sesuai dengan amanat UU bertugas mengelola penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.


Dalam kesempatan webinar bertajuk Dana Haji Aman itu, Anggito Abimanyu menjelaskan, perolehan dana haji per Mei 2021 sudah mencapai Rp150 triliun. Bahkan, BPKH membukukan surplus keuangan lebih dari Rp5 triliun dan dana kelolaan tumbuh lebih dari 15 persen.


Soal pengelolaan dana haji, Pasal 46 UU 34/2014 Ayat 3 jelas menyebutkan bahwa dalam melakukan penempatan dan/atau investasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.


Selanjutnya Pasal 47 menyebutkan BPKH wajib mengelola dan menyediakan keuangan haji yang setara dengan kebutuhan 2 kali biaya penyelenggaraan ibadah haji. Di Pasal 48 UU itu juga menjelaskan penempatan dan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.


Seperti dilansir dari Indonesia.go.id, Anggito mengemukakan, alokasi investasi ditujukan kepada investasi dengan profil risiko low to moderate. Sebesar 90 persen investasinya dalam bentuk surat berharga syariah negara dan sukuk korporasi. "Tentu masih ada investasi-investasi lain yang seluruh profil risiko yang low to moderate," tegasnya.


Dalam melakukan investasi dana haji, ia menambahkan, BPKH juga sudah mendapatkan izin dari pemilik dana. "Sudah ada izin dalam bentuk surat kuasa atau akad wakalah dari jamaah haji kepada BPKH sebagai wakil yang sah dari jamaah untuk menerima setoran, mengembangkan dan memanfaatkan untuk keperluan jamaah haji melakukan perjalanan ibadah haji," paparnya.


Sudah Diaudit BPK


Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas keuangan, pengelolaan dana haji itu juga telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sejak terbentuk hingga 2019, lembaga itu dinyatakan wajar tanpa perkecualian (WTP).


Sedangkan untuk laporan keuangan BPKH 2020 saat ini sedang dalam proses audit. Selain itu, dana haji milik jemaah juga dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Jadi dana itu terlindungi dari gagal bayar,” ujar Anggito. (*/T.L)

Special Ads
Special Ads
Special Ads
© Copyright - Republiknews
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.