Labuan Bajo, Republiknews.com-Pelaku pariwisata Super Premium Labuan Bajo melakukan mogok total dalam pelayanan bagi wisatawan sebagai bentuk penolakan dan perlawanan terhadap kebijakan kenaikan tarif masuk Pulau Komodo dan Padar.
Hal itu merupakan tamparan keras bagi wajah pemerintah pusat dan daerah khususnya provinsi yang melahirkan kebijakan.
Penolakan dan perlawanan besar-besaran tersebut adalah gambaran bahwa kebijakan tersebut cacat proses dan gagal mendeteksi aspirasi dan kepentingan serta harapan masyarakat.
Potret kebijakan yang dipaksakan, top down, sempit demi angan-angan keuntungan besar yg ditempu melalui jalan pintas. Mengabaikan pertimbangan kepentingan masyarakat lokal, pelaku wisata, pelaku bisnis, dan perasaan masyarakat setempat.
Penolakan dan perlawanan masyarakat setempat dan pelaku wisata juga merupakan fakta bahwa kebijakan tersebut telah gagal dan kehilangan legitimasinya.
Kebijakan yang baik pasti direspon, diterima dan dijalankan oleh semua stakeholders dan masyarakat. Sebaliknya, kebijakan yang buruk dan dipaksakan pasti ditolak bahkan dilawan. Itulah yang terjadi di Labuan Bajo. Perintah harus menyadari itu.
Faktanya saat ini, kebijakan kenaikan tarif ini telah menimbulkan efek sangat buruk bagi pelayanan pariwisata, banyak menunda dan membatalkan perjalanan.
Selain itu image terhadap daerah wisata premium jadi rusak dan buruk. Bukan mustahil dampak jangka panjang menjadi jelek. Minat wisatawan berkurang dan beralih ke daerah lain bahkan negara lain.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat harus memasang telinga dan hatinya dengan benar untuk mendengarkan suara, jeritan, aspirasi dan kepentingan masyarakat, pelaku wisata setempat secara jernih dan objektif, tidak hanya mendengar sepihak dari pemerintah provinsi atau kabupaten.
Apalagi jika alas kebijakan ini hanya fantasi perhitungan yang bombastis dengan iming-iming penerimaan triliunan rupiah.
Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk memaksakan kebijakan tarif ini utk dilanjutkan. Apalagi jika menggunakan pendekatan keamanan, tidak akan memperbaiki situasi, justru akan semakin buruk dan mencoreng wajah wisata premium.
Secara faktual kebijakan ini telah kehilangan legitimasi dan public trust. Karena telah melahirkan konflik dan kegaduhan. Karena itu kebijakan tersebut telah gagal dan sebaiknya segera dibatalkan atau dicabut kembali.
Pemerintah Pusat harus melihat fakta perlawanan ini dengan cermat dan tak perlu malu untuk menarik kembali. Apa yang terjadi saat ini adalah pelajaran penting dalam proses pembuatan kebijakan yang baik kedepannya.
(Sebastian Salang, Wasekjen DPP Golkar).
NM