GpdlGfO6GUAiTpMpTfr6GSOo

Slider

Kasus Terminal Kembur di Matim, Tipikor Kupang Vonis BAM 1,6 Tahun, Jefri: Putusan Hakim Mencederai Rasa Keadilan

Terminal Kembur Kabupaten Manggarai Timur

Kupang, Republiknews.com
-Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang akhirnya menjatuhi hukuman penjara terhadap GJ pemilik lahan Terminal Kembur dan BAM, ASN yang baru selesai prajabatan/staf biasa pada sidang tuntutan Rabu (29/3) kemarin di Pengadilan Negeri Tipikor Kupang.


Selaku PPTK, BAM dinilai bersalah oleh majelis Hakim pengadilan Tipikor Kupang. Tuntutan itu sesuai dakwaan Kejaksaan Manggarai. BAM selaku PPTK tidak cermat atau tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah Terminal Kembur dan menyiapkan dokumen kesepakatan pembebasan lahan.


"Menyatakan Terdakwa Benediktus Aristo Moa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama, menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tida di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," demikian salah satu amar putusan dari Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang diperoleh media ini.


Hal yang sama juga vonis hakim terhadap GJ, Pemilik lahan terminal kembur.  Hakim menilai GJ bersalah atas tindakan pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum.


"Menyatakan terdakwa gregorous jeramu terbukti secarah sah dan meyakinakan bersalah terbukti melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama sama. Menjatuhkan saudara terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tida di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Terdakwa juga membayar ganti rugi sejumlah Rp402.245.455.00. paling lama selama satu bulan setelah putusan ini dan apa bila tidak membayar maka diganti dengan kurungan 1 tahun.


Putusan Hakim Mencederai Rasa Keadilan


Keluarga BAM menilai tuntutan Jaksa dan Putusan Pengadilan Tipikor Kupang tidak bijak dan tidak adil dan menodai rasa kemanusiaan. Menurut Jefri Moa merupakan adik kandung BAM yang kini sedang mendekam di sel tahanan hakim Tipikor Kupang, seharusnya kakaknya itu bebas sesuai fakta persidangan. 


"Kami menyesalkan keputusan Hakim yang tidak adil ini, jika melihat fakta fakta persidangan mestinya bebas, karna tidak ada satupun niat jahat unsur memperkaya dan menguntungkan orang lain. Kakak kami menjalankan tugasnya sesuai kewenangan dan atas perintah atasan. Tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini," ungkap keluarga BAM.


Bahkan dirinya belum meyakini dakwaan jaksa terkait jual tanah tanpa sertifikat ke negara masuk kategori tindak pidana korupsi.


"Masa bapa Gregorius dan Kk saya (BAM) di hukum hanya karena tanah itu dulu dijual tanpa sertifikat. Dokumen kepemilikan tanahnya kan ada, surat-suratnya lengkap, keterangan saksi batas lahan ada, bahkan surat keterangan dari Tu'a Golo (Pemangku Adat, Hak Ulayat) yang menyatakan kepemilikan tanah Bp. Gregorius, semuanya ada. Tanahnya ada, sesuai dokumen, bahkan setelah diukur ulang BPN lebih luas 600m2 dari tanah saat pembelian  7000m2,  Tanah ini juga sudah dibuatkan sertifikat berdasarkan dokumen jual beli dengan Bp Gregorius, dan sekarang sudah terdaftar jadi aset Pemda Matim, lalu kerugian negaranya dimana?" tanya dia.


Jefri Moa menyatakan, putusan hakim ini sangat mencederai rasa keadilan, apa lagi saat itu BAM hanyalah seorang staf biasa dan PNS yang baru selesai prajabatan. 


"Dengan putusan peradilan yang menghukum kakak kami 1.6 tahun penjara dan denda 100 juta, kakak kami terancam di pecat dari PNS untuk sesuatu yang tidak dilakukannya. Jaksa dan Hakim mestinya adil, obyektif dan profesional. Kemudian jika melihat fakta-fakta persidangan dimana pengadaan lahan ini melibatkan banyak orang, mestinya orang-orang yang paling bertanggungjawab dalam pengadaan lahan ini di adili juga, kenapa hanya kakak saya, yang hanyalah staf biasa di tahun 2012," kata adik kandung BAM ini.


Menurut Jefri Moa, hakim tidak mempunyai hati nurani atas putusan yang dialamatkan kepada BAM dan GJ, bahkan ia menilai keduanya merupakan korban dari pemufakatan jahat antara oknum penegak hukum dan orang besar yang terlibat dalam kasus ini.


"Kita memang sedari awal menduga ada permufakatan jahat yang merekayasa kasus ini untuk menyelamatkan pihak pihak yang mestinya bertanggungjawab. Dugaan kita permainannya dimulai dari audit dari Inspetorat NTT yang mengabaikan fakta fakta tentang dikumen/ surat-surat kepemilikan tanah Bapa Gregorius juga mengabaikan fakta bahwa tanah ini telah disertifikat oleh BPN dan jadi aset Pemda berdasarkan  surat/dokumen kepemilikan tanah dari bapa Gregorius," pungkasnya.


Dirinya berharap masyarakat dan awak media bisa satu dalam perjuangan untuk mengadvokasi kasus ini, karena kasus ini adalah bentuk ketidak adilan yang nyata penegakan hukum di Manggarai dan NTT umumnya. 


"Jangan sampai ada bapak Gregorius dan Aristo lain dikemudian hari yang dijadikan tumbal oleh penegakan hukum yang tidak berkeadilan ini." tegasnya. "Lebih baik membebesakan 1000 orang bersalah dari pada menghukum 1 orang yang tidak bersalah", Sy mengetuk hati kita semua untuk menegakan keadilan dan mengoreksi para penegak hukum agar tidak ada yang jadi korban, demi kemanusiaan dan demi hukum itu sendiri." ujarnya.


Pengacara BAM Pertanyakan Kinerja Kejaksaan Manggarai


Sementara, Hipatios W. Labut selaku kuasa hukum BAM, kepada media ini membantah bahwa kliennya tidak terbukti sesuai tuntutan unsur pasal 3 yakni penyalahgunaan wewenang.


"Menurut kami, BAM tidak memenuhi unsur pasal 3. Dia tidak menyalahgunakan wewenang karena semua tugas yang dia lakukan sesuai dengan kewenangannya sebagai PPTK," ungkap Hipatios W. Labut.


Wira juga sangat mempertanyakan cara kerja Kejaksaan Manggarai  yang hanya mentersangkakan kliennya.


"Bukan hanya Gaspar Nanggar, semua Tim yang terlibat dalam kegiatan pengadaan harusnya dijadikan tersangka. Harusnya ikut diseret juga," ungkap Wira.


Menurut dia, dalam pengadaan tanah ini, ada Tim pengadaan, Tim penafsir dan negosiasi harga tanah, harusnya juga ikut diseret.


"Jaksa harus adil dan profesional." pungkasnya.


Pernyataan pengacara Wira Labut bukan cukup alasan untuk Jaksa menyeret semua Tim pengadaan tanah Terminal Kembur menjadi tersangka. Hal itu diperkuat oleh keterangan beberapa orang saksi yang hadir dipersidangan.


Tak hanya itu pernyataan Kajari Manggarai saat konferensi pers usai penetapan tersangka GJ dan BAM, menyatakan "Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus Terminal Kembur"


Media ini coba meminta tanggapan dari Kajari Manggarai atas pernyataan pengacara Wira Labut dan fakta persidangan, namun ia mengarahkan untuk ketemu Kasi Pidsus.


"Maap Saya msh vicon..Silahkan auden aja ke ks pidsus g lewat WA," tulis Kajari Manggarai.


Media ini berupaya menghubungi Kepala Seksi Pidana Khusus via WhatsApp pada Senin (4/3) dengan melayangkan sejumlah pertanyaan terkait kasus Terminal Kembur, namun dirinya minta ditemui secara langsung keesokan harinya.


"Saya tunggu dikantor bang." tulis Daniel Sitorus.


Keesokan harinya (4/4) media ini mendatangi kantor Kejaksaan Manggarai dan ketemu dengan Kasi Pidsus, sayangnya ia tak berani menjelaskan pertanyaan wartawan terkait pernyataan Pengacara Wira Labut dan Fakta Persidangan, dengan alasan bahwa belum dapat salinan putusan dari Majelis Hakim.


"Bang gimana saya mau jelaskan, kami belum dapat salinan putusan hakim." terangnya.



NM

Special Ads
Special Ads
Special Ads
© Copyright - Republiknews
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.