GpdlGfO6GUAiTpMpTfr6GSOo

Slider

Kasyaf " Melihat dan Mendengar"

gambar ilustrasi


Kasyaf adalah suatu keadaan dimana seseorang  menyaksikan sebuah peristiwa ditempat lain, sedangkan dirinya tidak berada di tempat itu. 


Seseorang yang disebutkan dirinya Kasyaf, ketika dzikir dan hatinya telah terpaut hanya kepada Allah saja. 


Kasyaf sendiri ada beberapa tingkatan, tergantung besaran luas daya pendaran cahaya qalbu dari para pengamal dzikir. 


Ketika Kasyaf mulai berlaku pada seorang pengamal dzikir, suasana yang dilihat oleh dirinya, berawal hanyalah warna putih dan hitam, ibarat menonton sebuah televisi hitam putih. 


Kemudian seiring waktu, pendaran itu semakin luas dan jauh, seiring bertambahnya daya pancar cahaya qalbu. 


Bermula kasyaf disekitar dirinya, hingga pada akhirnya melampaui Sidratul Muntaha dimana kemampuan akal manusia mengenal akan batasnya hanya  sampai di tempat itu, kemudian selanjutnya kasyaflah yang akan melanjutkan. 


Itulah manusia dengan fitrahnya Allah SWT, namun dilain sisi masih ada nafsu yang bersemayam didalam diri. 


Nafsu haruslah ditundukkan, namun puasa adalah jalannya. 


Puasa bagi manusia, ada dalam berbagai sudut pandang. 


Jika menyadari secara penuh, maka nafsu bukanlah sebuah ancaman, tetapi nafsu pula yang menjadi salah satu pintu masuk bisikan-bisikan halus untuk lupa akan sebuah nikmat.


Kasyaf adalah sebuah ujian, akan timbul bisikan didalam diri, kita mampu mengetahui segala sesuatu, menghakimi orang dan membenarkan diri, merendahkan yang lain dan meninggikan ego. 


Bahkan sebuah rahasia, haruslah  tetap menjadi sebuah rahasia, jika diri kasyaf tetap pada keteguhan hati. 


Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. (QS. Qaf : 22).


Namun karunia kasyaf ini, ketika muncul meski secuil kebanggaan, maka hanyalah Allah sebagai penolong.


Karunia itu akan hilang, tidak ada lagi pandangan jauh, tidak ada lagi kasyaf. karena hati seorang pengamal dzikir telah ditumbuhi bintik hitam kecil. 


Reduplah cahaya qalbu, maka sirna pula karunia kasyaf milik Allah.


Namun, Allah maha bijaksana, maha pengampun, segala puji hanyalah bagi Allah SWT.


Pengamal dzikir tetaplah memiliki cinta kepada Rabbnya, meski hanya setitik, namun mampu menjelaskan akan kesalahan yang pernah terjadi. 


Pandangan kasyaf yang hilang, kini diganti suara qalbu. Allah Maha Pemurah lagi Maha Bijaksana.


Ada sedikit hikmah yang bisa kita ambil pelajaran dari kejadian ini, bahwa siapa pun kita tidaklah pantas mengedepankan kelebihan, karena di atas langit masih ada langit. 


Sikap rendah diri haruslah menjadi prioritas utama setiap manusia, mengingat ilmu tidak lebih diutamakan daripada akhlak.


 Sebagaimana perkataan Sayyid Muhammad Alwi Al- Maliki, “Al-Adab qabla al-`Ilmi (adab lebih didahulukan daripada ilmu).” Wallahu a’lamu bish-shawab.



Special Ads
Special Ads
Special Ads
© Copyright - Republiknews
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.