Republiknews - Sistem politik demokrasi kita gunakan agar tidak segelintir elit atau segelintir orang yang adalah kekuatan oligarki atau kaum debt colector politik yang mengatur isi kepala, isi perut, isi kantong & nasib banyak orang.
Sebab mereka yang kerjanya demikian, ujung-ujungnya akan memeras balik orang yang telah diperjuangkan menuju kursi kekuasaan kepala daerah & kepala negara.
Sejarah mencatat, nasib demokrasi bangsa hanya dijadikan ladang & lapak untuk elit politik & oligarki.
Dari elit & oligarki kolonial berpindah ke elit & oligarki Indonesia merdeka. Lalu berpindah ke elit & oligarki orde baru. Pindah lagi ke elit & oligarki reformasi.
Jadi, demokrasi elektoral hanya menjadi momentum perubahan hidup bagi elit & segelintir oligarki dari periode ke periode. Iya karena mereka mengambil peran. Bukan masyarakat luas yang berperan.
Lalu mengapa masyarakat luas dianggap tidak berperan?. Padahal mereka sudah datang ke bilik suara untuk memilih.
Karena ongkos datang ke bilik suara tidak ada ketimbang mereka yang mengongkosi perjuangan pribadi & kelompok oligarki untuk berkuasa.
Karena demokrasi ditafsir demikian, maka selama itu pula demokrasi hanya memberikan keuntungan besar bagi segelintir oligarki & elit.
Keuntungan itu bukan saja material secara ekonomi berupa uang & harta kekayaan tapi juga keuntungan imateril politik & sejarah.
Keuntungan yang diperoleh dari menunggangi kemiskinan, kebodohan & kepolosan, kemalastahuan.
Tragisnya yang menjadi penyebab hal itu adalah saudara, kolega, om, tante, bibi, ponaan dan seterusnya yang mengolah & mengontal kemiskinan, kebodohan & kepolosan tersebut ke elit & kaki tangan kaum oligarki.
Hanya dengan semangat mengapa mereka bisa, kita tidak bisa.
Begitulah demokrasi elektoral kita bergulir & digunakan sebesar-besarnya untuk kemanfaatan mereka yang mengeluarkan ongkos besar menjadikan diri berkuasa serta kemanfataan bagi mereka yang menjadi kaki, tangan, mata, telinga, hidung dari kaum oligarki.
Penulis : Erna Nurlette ( Ketua Penggerak Milenial Seram Bagian barat)